Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari tentang
materi, wujud materi, dan macam-macam energi. Kemudian penulis akan fokuskan
pembahasan lebih lanjut mengenai kalor yang menyertai suatu reaksi kimia,
berbagai tipe kalor reaksi kimia, serta beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menghitung besarnya kalor suatu reaksi kimia.
Alam semesta tersusun atas dua komponen utama, yaitu
materi dan energi. Materi
adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Materi dapat
berupa salah satu dari tiga wujud berikut, yaitu: padat, cair, dan gas.
Pada tingkat makroskopis,
yaitu tingkatan yang dapat kita amati langsung dengan indera kita, padatan mempunyai
bentuk tertentu dan menempati ruang tertentu pula. Pada tingkat mikroskopis (ketika
bendanya sangat kecil sehingga tidak dapat diamati secara langsung), partikel
penyusun padatan
sangat berdekatan satu sama lainnya, merapat membentuk struktur dengan tatanan
pola tertentu (struktur
Kristal), dan tidak dapat bergerak dengan mudah.
Tidak seperti padatan,
cairan
tidak memiliki bentuk tertentu tetapi memiliki volume tertentu seperti pada padatan. Bentuk cairan mengikuti wadah
dimana cairan tersebut
berada. Partikel-partikel pada cairan
terpisah lebih jauh dibandingkan padatan, dan partikel
tersebut lebih mudah bergerak. Kekuatan tarik-menarik antar partikel cairan lebih lemah
dibandingkan padatan.
Gas tidak memiliki bentuk dan volume
tertentu. Pada gas,
partikel-partikel terpisah lebih jauh daripada ketika berupa padatan atau cairan. Gerakan
partikel pada gas
tidak saling tergantung. Karena jarak antar partikel yang jauh dan
masing-masing partikel dapat bergerak bebas, gas mengambang memenuhi seluruh ruang
yang ditempatinya.
Energi adalah kemampuan untuk
melakukan kerja. Energi dapat
berbentuk macam-macam, seperti energi panas, energi cahaya, energi listrik, dan
energi mekanik. Ada dua penggolongan energi yang umum dan penting bagi
kimiawan, yaitu:
1. Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi gerak. Para kimiawan
mempelajari partikel yang bergerak, khususnya gas, karena energi kinetik dari
partikel ini membantu untuk menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi,
selain faktor ada tidaknya tumbukan antar partikel dan perpindahan energi.
2. Energi Potensial
Energi potensial adalah energi yang tersimpan.
Setiap benda mempunyai energi potensial yang tersimpan berdasarkan posisinya.
Para kimiawan lebih tertarik dengan energi potensial yang tersimpan dalam ikatan kimia, yaitu
gaya yang menyatukan atom-atom di dalam senyawa. Energi potensial tersebut akan
dibebaskan menjadi bentuk energi lainnya saat reaksi kimia. Energi potensial
yang ada pada ikatan kimia berhubungan dengan jenis ikatan dan jumlah ikatan
yang memiliki kemampuan untuk putus dan membentuk ikatan baru.
Semua reaksi kimia mengikuti dua hukum dasar, yaitu
hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa
massa zat sebelum bereaksi harus sama dengan massa zat setelah bereaksi.
Sementara hukum kekekalan energi (Hukum
Termodinamika I) menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Dengan kata lain, total energi di alam semesta selalu
konstan.
Semua reaksi kimia dapat menyerap maupun melepaskan
energi dalam bentuk panas
(kalor).
Kalor adalah
perpindahan energi termal antara dua materi yang memiliki perbedaan temperatur.
Kalor selalu mengalir
dari benda panas menuju benda dingin. Termokimia adalah
kajian tentang perpindahan kalor yang terjadi dalam reaksi kimia (kalor yang
menyertai suatu reaksi kimia).
Aliran kalor yang terjadi dalam reaksi kimia dapat
dijelaskan melalui konsep sistem-lingkungan.
Sistem adalah bagian spesifik
(khusus) yang sedang dipelajari oleh kimiawan. Reaksi kimia yang sedang
diujicobakan (reagen-reagen yang sedang dicampurkan) dalam tabung reaksi
merupakan sistem.
Sementara, lingkungan adalah
area di luar sistem,
area yang mengelilingi sistem.
Dalam hal ini, tabung reaksi, tempat berlangsungnya reaksi kimia, merupakan lingkungan.
Ada
tiga jenis sistem.
Sistem terbuka,
mengizinkan perpindahan massa dan energi dalam bentuk kalor dengan lingkungannya. Sistem tertutup, hanya
mengizinkan perpindahan kalor dengan lingkungannya,
tetapi tidak untuk massa. Sedangkan sistem
terisolasi tidak mengizinkan perpindahan massa maupun kalor
dengan lingkungannya.
Pembakaran gas hidrogen dengan gas oksigen adalah
salah satu contoh reaksi kimia dapat menghasilkan kalor dalam jumlah besar.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 H2(g) + O2(g) –> 2 H2O(l)
+ energi
Dalam reaksi ini, baik produk maupun reaktan merupakan
sistem,
sedangkan sekeliling reaksi kimia merupakan lingkungan. Oleh karena energi
tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, hilangnya sejumlah energi pada sistem akan ditampung
pada lingkungan.
Dengan demikian, kalor yang dihasilkan dari reaksi pembakaran ini sesungguhnya
merupakan hasil perpindahan kalor dari sistem menuju lingkungan. Ini adalah
contoh reaksi eksoterm,
yaitu reaksi yang melepaskan kalor, reaksi yang memindahkan kalor ke lingkungan.
Penguraian (dekomposisi) senyawa raksa (II) oksida
hanya dapat terjadi pada temperatur tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
energi
+ 2
HgO(s) –> 2 Hg(l) + O2(g)
Reaksi
ini adalah salah satu contoh dari reaksi endoterm,
yaitu reaksi yang menyerap (membutuhkan) kalor, reaksi yang memindahkan kalor
dari lingkungan ke
sistem.
Reaksi
eksoterm merupakan
reaksi yang memancarkan (melepaskan) kalor saat reaktan berubah menjadi produk.
Reaktan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan produk, sehingga
energi dibebaskan pada perubahan reaktan menjadi produk. Sebaliknya,
pada reaksi endoterm terjadi
hal yang berlawanan. Pada reaksi endoterm,
terjadi penyerapan kalor pada perubahan dari reaktan menjadi produk. Dengan
demikian, reaktan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan
produk.
Termokimia merupakan
salah satu kajian khusus dari Termodinamika,
yaitu kajian mendalam mengenai hubungan antara kalor dengan bentuk energi
lainnya. Dalam termodinamika,
kita mempelajari keadaan
sistem, yaitu sifat makroskopis
yang dimiliki materi, seperti energi, temperatur, tekanan, dan
volume. Keempat sifat tersebut merupakan fungsi
keadaan, yaitu sifat materi yang hanya bergantung pada keadaan sistem, tidak
memperhitungkan bagaimana cara mencapai keadaan tersebut. Artinya, pada
saat keadaan sistem mengalami
perubahan, besarnya perubahan hanya bergantung pada kondisi awal dan akhir
sistem, tidak bergantung pada cara mencapai keadaan tersebut.
Hukum Termodinamika I disusun
berdasarkan konsep hukum
kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Dalam kajian Hukum
Termodinamika I, kita akan mempelajari hubungan antara kalor, usaha (kerja), dan perubahan energi dalam (ΔU).
Perubahan energi dalam (ΔU) dapat
dinyatakan dalam persamaan ΔU =
Uf – Ui, dimana Uf adalah energi
dalam setelah mengalami suatu proses dan Ui adalah energi dalam
sebelum mengalami suatu proses. Perubahan energi dalam (ΔU) merupakan
fungsi keadaan. Energi dalam (U) akan bertambah jika sistem menerima kalor dari
lingkungan dan menerima usaha (kerja) dari lingkungan. Sebaliknya, energi dalam
(U) akan berkurang jika sistem melepaskan kalor ke lingkungan dan melakukan
kerja (usaha) terhadap lingkungan. Dengan demikian, hubungan antara kalor, usaha (kerja), dan perubahan energi dalam (ΔU) dapat
dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut:
ΔU =
Q + W
Perubahan energi dalam (ΔU) adalah
penjumlahan dari perpindahan kalor (Q) yang terjadi antar sistem-lingkungan dan
kerja (W) yang dilakukan oleh-diberikan kepada sistem.
Proses
|
Tanda
|
Melepaskan kalor (Q) dari sistem ke
lingkungan (eksoterm)
|
-
|
Menerima
kalor (Q) dari lingkungan ke sistem (endoterm)
|
+
|
Kerja (W) dilakukan oleh sistem
terhadap lingkungan (melakukan kerja)
|
-
|
Kerja (W) dilakukan oleh lingkungan
terhadap sistem (menerima kerja)
|
+
|
Reaksi kimia umumnya berlangsung pada tekanan tetap.
Sesuai dengan Hukum
Termodinamika I, persamaan pada kondisi tekanan tetap akan
menjadi seperti berikut:
ΔU =
Q + W
ΔU =
Qp – P.ΔV
Sehingga, Qp = ΔU + P.ΔV
atau ΔH =
ΔU +
P.ΔV
Qp disebut dengan istilah perubahan entalpi (ΔH),
yaitu perubahan kalor yang dialami suatu zat pada tekanan tetap. Perubahan entalpi (ΔH) adalah
penjumlahan energi dalam dan kerja. Oleh karena U, P, dan V merupakan fungsi keadaan, maka H juga merupakan fungsi keadaan. Dengan
demikian, perubahan
entalpi (ΔH)
adalah fungsi yang hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir zat, tidak
bergantung pada cara mencapai keadaan tersebut.
Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi, perubahan entalpi (ΔH)
reaksi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, antara lain:
1.
Perubahan entalpi pembentukan standar (ΔH°f)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses pembentukan satu mol senyawa melalui
unsur-unsurnya. Sebagai contoh, reaksi ½ H2(g) + ½ I2(s)
HI(g) merupakan reaksi pembentukan 1 mol senyawa HI. Kalor yang
terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°f HI.
2. Perubahan entalpi penguraian standar (ΔH°d)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses penguraian satu mol senyawa menjadi
unsur-unsur pembentuknya. Sebagai contoh, reaksi HI(g) ½ H2(g)
+ ½ I2(s) merupakan reaksi penguraian 1 mol senyawa HI. Kalor
yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°d HI. Reaksi
penguraian merupakan kebalikan dari reaksi pembentukan. Dengan demikian, tanda
ΔH°d berkebalikan dengan tanda ΔH°f.
3.
Perubahan entalpi pembakaran standar (ΔH°c)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses pembakaran satu mol unsur atau satu mol
senyawa dengan oksigen. Sebagai contoh, reaksi C(s) + O2(g) CO2(g)
merupakan reaksi pembakaran 1 mol unsur C. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini
disebut ΔH°c C. Contoh lain, reaksi pembakaran belerang dioksida, SO2(g)
+ ½ O2(g) SO3(g). Kalor yang terlibat dalam reaksi
ini disebut ΔH°c SO2.
4. Perubahan entalpi netralisasi standar (ΔH°n)
Merupakan
kalor yang terlibat dalam proses reaksi satu mol senyawa asam (H+)
dengan satu mol senyawa basa (OH-). Sebagai contoh, reaksi HCl(aq)
+ NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
merupakan reaksi netralisasi satu mol asam terhadap satu mol basa. Kalor yang
terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°n.
Reaksi
kimia umumnya berlangsung pada tekanan tetap. Perpindahan kalor yang terjadi
saat reaktan berubah menjadi produk disebut perubahan entalpi reaksi (ΔH) dan dapat
dituliskan dalam persamaan berikut:
ΔH
= Hproduk - Hreaktan
Entalpi
reaksi (ΔH) dapat bertanda positif maupun negatif, tergantung proses yang
terjadi. Pada reaksi endoterm,
kalor berpindah dari lingkungan ke sistem, menyebabkan entalpi produk lebih
tinggi dibandingkan entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda positif (ΔH>0).
Sebaliknya, pada reaksi eksoterm,
kalor berpindah dari sistem ke lingkungan, menyebabkan entalpi produk lebih
rendah dibandingkan entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda negatif (ΔH<0).
Persamaan Termokimia merupakan
persamaan reaksi kimia yang dilengkapi dengan nilai entalpi reaksinya. Melalui
persamaan termokimia, selain mengetahui perubahan yang terjadi dari reaktan
menjadi produk, kita juga sekaligus dapat mengetahui apakah proses ini
membutuhkan kalor (endoterm)
atau melepaskan panas (eksoterm).
Berikut ini diberikan beberapa persamaan termokimia:
CH4(g) + 2 O2(g) –> CO2(g)
+ 2 H2O(l) ΔH = -890,4
kJ/mol
SO2(g)
+ ½ O2(g) –> SO3(g) ΔH = -99,1
kJ/mol
Entalpi
merupakan salah satu sifat ekstensif
materi. Sifat ekstensif materi bergantung pada kuantitas (jumlah) materi
tersebut. Oleh karena itu, bila suatu persamaan termokimia dikalikan dengan
faktor n, maka nilai ΔH juga ikut dikalikan dengan faktor n. Sebagai contoh:
H2O(s) –> H2O(l)
ΔH =
+6,01 kJ/mol
(untuk melelehkan satu mol es diperlukan kalor sebesar
6,01 kJ)
2 H2O(s) –> 2 H2O(l)
ΔH =
2(+6,01 kJ/mol) = +12,02 kJ/mol
(untuk melelehkan dua mol es diperlukan kalor sebesar
dua kali kalor pelelehan satu mol es)
Ketika suatu persamaan reaksi dibalik, posisi reaktan
dan produk akan saling tertukar satu sama lainnya. Dengan demikian, nilai ΔH akan tetap
dipertahankan, akan tetapi tandanya berubah [dari (+) menjadi (–) atau
sebaliknya dari (– )menjadi( +)]. Sebagai contoh:
H2O(s) –> H2O(l)
ΔH =
+6,01 kJ/mol
H2O(l) –> H2O(s)
ΔH =
-6,01 kJ/mol
Dalam
laboratorium, perubahan kalor yang terjadi akibat proses fisika maupun kimia
dapat diukur dengan kalorimeter.
Prinsip perhitungan entalpi reaksi melalui metode kalorimeter memanfaatkan Azas Black, yaitu
kalor reaksi sebanding dengan massa zat yang bereaksi, kalor jenis zat yang
bereaksi, dan perubahan temperatur yang diakibatkan oleh reaksi tersebut.
Secara matematis, Azas
Black dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
Q
= m . c . ΔT
Q
= kalor reaksi (J)
m
=massa zat yang bereaksi (g)
c
= kalor jenis zat (J/g.°C)
ΔT
= perubahan temperatur (°C)
Jumlah
mol zat yang bereaksi dapat dihitung dengan salah satu dari persamaan berikut:
n
= massa zat yang bereaksi / massa molar (Mr) zat tersebut
atau
n = Molaritas . Volume (khusus untuk larutan)
Satuan
ΔH adalah joule per mol atau kilojoule per mol. Hubungan kalor reaksi (Q),
jumlah mol zat yang bereaksi (n), dan entalpi reaksi (ΔH) dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:
ΔH
= Q / n
Selain
menggunakan metode kalorimeter, entalpi reaksi dapat pula ditentukan melalui
beberapa metode lainnya. Salah satu metode yang sering digunakan para kimiawan
untuk mempelajari entalpi suatu reaksi kimia adalah melalui kombinasi data-data ΔH°f.
Keadaan standar (subskrip °)
menunjukkan bahwa pengukuran entalpi dilakukan pada keadaan standar, yaitu pada
tekanan 1 atm dan suhu 25°C. Sesuai kesepakatan, ΔH°f unsur bebas
bernilai 0, sedangkan ΔH°f senyawa tidak sama dengan nol (ΔH°f
unsur maupun senyawa dapat dilihat pada Tabel
Termokimia). Kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia
apabila ΔH°f unsur maupun senyawa yang terlibat dalam reaksi
tersebut diberikan. Sebagai contoh, berikut ini diberikan suatu reaksi
hipotetis:
a
A + b B —————> c C + d D
Jika
diberikan data:
ΔH°f
A = p kJ/mol
ΔH°f
B = q kJ/mol
ΔH°f
C = r kJ/mol
ΔH°f
D = s kJ/mol
a,
b, c, dan d adalah koefisien reaksi untuk masing-masing zat A, B, C, dan D.
Maka ΔH reaksi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
ΔHreaksi
= [c(ΔH°f C )+ d(ΔH°f D)] – [a(ΔH°f A) +
b(ΔH°f B)]
ΔHreaksi
= [c.r + d.s] – [a.p + b.q]
Dengan
demikian, entalpi suatu reaksi adalah penjumlahan entalpi produk yand dikurangi
dengan penjumlahan entalpi reaktan. Singkat kata,
ΔHreaksi
= ΣΔH°f produk – ΣΔH°f reaktan
(jangan lupa masing-masing dikalikan
terlebih dahulu dengan koefisien reaksinya)
Beberapa
senyawa tidak dapat dihasilkan langsung dari unsur-unsurnya. Reaksi semacam ini
melibatkan beberapa tahapan reaksi. Untuk menentukan entalpi reaksinya, kita
dapat menggunakan hukum penjumlahan entalpi reaksi yang dikembangkan oleh Germain Hess, seorang
ilmuwan berkebangsaan Swiss. Metode ini lebih dikenal dengan istilah Hukum Hess.
Hukum
Hess
menyatakan bahwa entalpi
reaksi tidak bergantung pada jalannya reaksi, tetapi hanya bergantung pada
kondisi awal (reaktan) dan kondisi akhir (produk)reaksi. Ini
merupakan konsekuensi dari sifat fungsi
keadaan yang dimilki oleh entalpi. Hal ini berarti, nilai ΔH
akan sama, baik reaksi berlangsung dalam satu tahap maupun beberapa tahap.
Sebagai
contoh, kita ingin menentukan entalpi pembentukan gas karbon monoksida (CO).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C(grafit)
+ ½ o2(g) –> CO(g)
Kita
tidak dapat menentukan ΔH°f CO secara langsung, sebab pembakaran
grafit akan menghasilkan sejumlah gas CO2. Oleh sebab itu, kita
dapat menggunakan cara tidak langsung dengan Hukum Hess. Diberikan dua persamaan
reaksi termokimia yang berkaitan dengan gas CO, masing-masing adalah sebagai
berikut:
(1)
C(grafit) + O2(g) –> CO2(g) ΔH
= -393,5 kJ/mol
(2)
CO(g) + ½ o2(g) –> CO2(g) ΔH
= -283,0 kJ/mol
Untuk
mendapatkan reaksi pembentukan CO, reaksi (1) dipertahankan (tetap), sementara
reaksi (2) dibalik (jangan lupa
mengubah tanda pada ΔH). Selanjutnya jumlahkan kedua reaksi
tersebut.
(1)
C(grafit) + O2(g) –> CO2(g) ΔH =
-393,5 kJ/mol
(2)
CO2(g) –> CO(g) + ½ o2(g) ΔH =
+283,0 kJ/mol +
C(grafit)
+ ½ o2(g) –> CO(g) ΔH = -110,5
kJ/mol
Dengan
menjumlahkan kedua reaksi tersebut, kita telah memperoleh reaksi pembentukan CO
dengan ΔH reaksi sebesar -110,5 kJ/mol. Spesi CO2 di ruas kiri dan
kanan saling meniadakan. Dengan demikian, reaksi-reaksi yang akan dijumlahkan
harus disusun sedemikian rupa, sehingga spesi yang tidak diharapkan dapat
dihilangkan dan hanya tersisa reaktan dan produk yang diinginkan dalam reaksi
kimia.
Kestabilan
suatu molekul ditentukan oleh besarnya energi
(entalpi) ikatan, yaitu perubahan entalpi yang terjadi saat
pemutusan satu mol molekul dalam wujud gas. Semakin besar energi ikatan, semakin
stabil ikatan bersangkutan. Besarnya entalpi ikatan dapat dilihat pada Tabel Termokimia.
Reaksi kimia pada dasarnya merupakan peristiwa pemutusan-penggabungan
ikatan. Saat reaksi kimia berlangsung, reaktan akan mengalami pemutusan ikatan,
menghasilkan atom-atom yang akan bergabung kembali membentuk produk dengan
sejumlah ikatan baru. Dengan mengetahui nilai entalpi masing-masing ikatan,
kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia. Oleh karena pemutusan ikatan
kimia selalu membutuhkan sejumlah kalor dan sebaliknya pembentukan ikatan kimia
baru selalu disertai dengan pelepasan kalor, maka selisihnya dapat berupa
pelepasan (eksoterm)
maupun penyerapan (endoterm)
kalor.
Jika kalor yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan
lebih tinggi dibandingkan kalor yang dilepaskan pada saat pembentukan ikatan,
maka reaksi tersebut membutuhkan kalor (endoterm)
Jika kalor yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan
lebih rendah dibandingkan kalor yang dilepaskan pada saat pembentukan ikatan,
maka reaksi tersebut melepaskan kalor (eksoterm)
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung
entalpi reaksi dari data energi
ikatan adalah sebagai berikut:
ΔH =
Σenergi
ikatan reaktan – Σenergi ikatan
produk
ΔH =
Σenergi
yang dibutuhkan – Σenergi yang
dilepaskan
Sebagai
contoh, diberikan data energi ikatan sebagai berikut:
H-H = 436,4 kJ/mol
O=O = 498,7 kJ/mol
O-H = 460 kJ/mol
Dengan menggunakan data-data tersebut, maka entalpi
reaksi 2 H2(g) + O2(g) –> 2 H2O(g)
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
ΔH =
Σenergi
ikatan reaktan – Σenergi
ikatan produk
ΔH =
[2.energi ikatan H-H + 1.energi ikatan O=O] – [4.energi ikatan O-H]
ΔH
= [2(436,4) + 1(498,7)] – [4(460)]
ΔH
= 1371,5 – 1840 = -468,5 kJ/mol